Sebagai
umat muslim patutlah kita bersyukur atas nikmat Alloh SWT. Salah satunya bersyukur
adanya keanekaragaman dan perbedaan di antara sesama kita. Inilah keunikan dan
keindahan yang patut kita syukuri. Alloh SWT menciptakan bermacam-macam ras,
suku, bangsa dan agama di dunia ini terlebih khusus di negeri yang kita cintai
ini. Kita sebagai bangsa Indonesia tentunya sudah
mengenal namanya Bhineka Tunggal ika (Berbeda-beda tapi tetap satu). Kiranya kita sudah mengerti secara umum istilah tersebut yang sudah tidak asing lagi di negri yang kita cintai ini. Namun realitanya, tidak jarang kita mendengar maupun melihat di media-media sosial, keributan maupun kericuhan sering terjadi di negeri ini. Isu yang berbau sara, entah itu dari ras, suku sampai dengan agama. Dan diantara itu semua yang mungkin sering sekali terjadinya keributan adalah masalah agama atau antar kepercayaan yang kita anut di negeri ini. Karena tidak dipungkiri bahwa agama di negeri ini sungguh sangat pluralitas, dari itulah perlu adanya sifat tasamuh (saling menghargai) dan tafahum (saling mengerti) di antara kita.
mengenal namanya Bhineka Tunggal ika (Berbeda-beda tapi tetap satu). Kiranya kita sudah mengerti secara umum istilah tersebut yang sudah tidak asing lagi di negri yang kita cintai ini. Namun realitanya, tidak jarang kita mendengar maupun melihat di media-media sosial, keributan maupun kericuhan sering terjadi di negeri ini. Isu yang berbau sara, entah itu dari ras, suku sampai dengan agama. Dan diantara itu semua yang mungkin sering sekali terjadinya keributan adalah masalah agama atau antar kepercayaan yang kita anut di negeri ini. Karena tidak dipungkiri bahwa agama di negeri ini sungguh sangat pluralitas, dari itulah perlu adanya sifat tasamuh (saling menghargai) dan tafahum (saling mengerti) di antara kita.
Sebelum
beranjak lebih mendalam, mari kita coba telaah sedikit tentang istilah yang
mungkin sudah cukup tenar dikalangan kita, yaitu pluralitas dan pluralisme.
Dalam fatwa MUI (Majelis Ulama Indonesia) telah jelas kita ketahui bahwa mereka
mengharamkan akan adanya paham Pluralisme dikalangan umat muslim. Lalu mengapa
? apa bedanya dengan pluralitas ?
Pluralisme
adalah “suatu paham
yang mengajarkan bahwa semua agama adalah sama dan karenanya kebenaran setiap
agama adalah relative”. Dalam mengajarkan gagasan ini mereka
mengatakan bahwa semua agama pada dasarnya menyembah Tuhan dan sama benarnya,
meskipun cara penyembahannya berbeda-beda. Padahal didalam al-qur’an surah
al-imron ayat 85, bahwa Alloh SWT menegaskan barang siapa yang mengambil/menganut
agama selain agama Islam maka ia tertolak amalannya dan termasuk yang merugi
kelak di hari kiamat nanti.
“Barang
siapa yang mengambil/menganut agama selain agama Islam maka ia tertolak
amalannya dan termasuk golongan yang merugi di hari kiamat kelak.” (Q.S.
Ali Imron : 85)
Tetapi dilain sisi, Islam mengakui adanya
pluralitas. Adapun pengertian pluralitas itu sendiri yaitu “sebuah kenyataan bahwa di negara atau
daerah tertentu terdapat berbagai pemeluk agama yang hidup secara berdampingan”.
Bahkan Rasulullah saw sebagai junjungan kita sangat menghargai akan adanya
pluralitas. Akan tetapi apabila sudah menyangkut masalah keyakinan, Rasulullah
saw sangatlah tegas akan hal tersebut. Tanpa kompromi dan negosiasi. Mungkin
kalangan umat muslim sudah sangat mengenal bunyi surah al-kafirun yang kita
ketahui diakhir ayat dari surah tersebut yang artinya, “Bagimu agamamu dan
bagiku agamaku.” (Q.S. Al Kafirun: 6)
Islam mengakui akan adanya pluralitas,
tetapi dalam konteks pluralitas itu sendiri hanya berlaku didalam bidang mu’amalah
atau yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, bagaimana kita berinteraksi
dengan baik kepada saudara-saudara kita yang berbeda keyakinan. Kita dituntut
berlaku adil dalam segala hal, menciptakan rasa damai pada siapapun selagi
meraka tidak memerangi terlebih dahulu. Bahkan Alloh SWT mengecam bagi mereka
yang yang tidak berbuat adil. Rasulullah saw pun telah membuktikannya sebagai uswatun
hasanah (suri tauladan) bagi kita. Tetapi konteks tersebut tidak berlaku
pada bidang aqidah, bisa kita lihat juga pada asbabun nuzul
(sebab musabbab turunnya) surah alkafirun tersebut bahwa Rasulullah saw dengan
tegas menolak ajakan orang-orang kafir pada saat itu. Karena itu menyangkut
aqidah, lain dengan mu’amalah.
Sebagai generasi muslim, patutlah kita dalam
berdakwah harus menjunjung tinggi akan adanya pluralitas dan perdamaian. Karena
Islam sendiri adalah agama damai dan mencintai akan kedamaian. Lalu bagaimana
caranya ? yaitu kembali kepada bagaimana dakwahnya Rasulullah saw yaitu dengan
akhlaknya yang hanif (lembut). Kita sampaikan syiar Islam kepada sesama
umat manusia. Karena sejatinya dalam Islam tidak ada paksaan dalam beragama,
terkhusus lagi di negeri yang kita cintai ini. Dari akhlak kita dan juga perbuatan
kita yang mencerminkan perangai muslim yang baik, dari sisi itulah mereka bisa
menilai bahwa Islam adalah agama yang damai nan indah. Apabila Alloh SWT telah
berkehendak memberi hidayah-Nya, insya Alloh hidayah tersebut pasti akan sampai
pada mereka.
Teringat akan sebuah kisah Rasulullah
saw yang mendulang hikmah yang pada kisah ini sangat terlihat betapa mulianya
akhlak Rasulullah saw. Dikisahkan bahwa pada waktu itu disebuah pasar sudut
kota Madinah ada seorang pengemis Yahudi buta, setiap pagi Rasulullah saw
mendatanginya dengan membawa makanan dan tanpa sepatah kata pun Rasulullah saw selalu
menyuapi makanan yang dibawanya kepada pengemis tersebut, walaupun pengemis itu
selalu berpesan “Wahai saudaraku, jangan dekati Muhammad, dia itu gila, dia
itu pembohong, dia itu tukang sihir. Walaupun dibenci dan selalu dimaki-maki
si pengemis nenek tua itu, Rasululllah saw tidak pernah marah sekalipun, bahkan
dengan sangat telaten, di setiap harinya Rasulullah saw menghaluskan makanan
tersebut sebelum diberikan kepada si nenek tersebut agar mudah ditelan karena
gigi si nenek sudah mulai ompong. Dengan begitu si nenek bisa langsung
menelannya tanpa dikunyah terlebih dahulu. Aktivitas itu dilakukan Rasulullah saw
hingga beliau menjelang wafat. Setelah kewafatannya tidak ada lagi orang yang
membawakan makanan setiap pagi kepada pengemis buta itu.
Hingga suatu
hari Abu Bakar As-Shiddiq ra yang dibai’at menjadi khalifah pertama berharap
bisa memimpin seperti kepemimpinan Rasulullah saw. Untuk itu Abu bakar ra berkunjung
ke rumah anaknya Aisyah ra yang juga istri nabi, beliau berkata kepada Aisyah
ra: “Anakku adakah sunnah kekasihku yang belum aku kerjakan ? Aisyah ra
menjawab pertanyaan ayahnya: ”Wahai ayah, engkau adalah seorang ahli sunnah,
hampir tidak ada satu sunnah pun yang belum ayah lakukakan kecuali satu sunnah
saja”. Apakah itu ? tanya Abu Bakar. “Setiap pagi Rasulullah saw selalu
pergi ke ujung pasar dan membawa makanan untuk seorang pengemis Yahudi buta
yang berada di sana”. Kata Aisyah ra. Keesokan harinya Abu bakar ra melakukan
aktivitas tersebut. Sampai di sudut kota Abu bakar menemukan seorang nenek
tersebut. Seorang pengemis buta yang tidak terurus dan memang sedang kelaparan.
Tapi anehnya, mulut nenek tua itu selalu mengoceh dengan kata-kata yang selalu
menghina dan mencaci Rasulullah saw. Awalnya
Abu Bakar enggan menyuapi nenek yang menghina dan mencaci Rasulullah saw. Namun
karena teringat kata-kata Aisyah ra bahwa setiap hari Rasul selalu menyuapinya.
Akhirnya Abu Bakar menghampiri dan menegur perempuan tua tersebut. “Wahai
perempuan tua, diamlah. Sesungguhnya aku akan menyuapimu” tegur Abu Bakar.
Nenek itu menjawab: “Terimakasih, tapi sebelum itu, aku hanya ingin
mengingatkan engkau hai orang baik, bahwa jika kau mendengar nama Muhammad maka
jauhilah karena sesungguhnya dia adalah pembohong dan pendusta”.
Kemudian Abu
Bakar menyuapi nenek buta itu. Setelah disuapinya, nenek itu marah lalu berkata:
“Siapa kamu, kamu bukanlah orang yang biasa memberi aku makan ?”. Abu
Bakar berkata: ”Dari mana kamu tahu kalau aku bukan orang yang biasa memberi
kamu makan ?”. Nenek itu menjawab dengan ketus: “Apabila ia datang
kepadaku tidak susah tangan ini memegang dan tidak susah mulut ini mengunyah.
Dia selalu menyuapiku, tapi terlebih dahulu dihaluskannya makanan tersebut
setelah itu ia berikan padaku karena ia tahu kalau gigiku tak sanggup mengunyah
makanan”.
Abu Bakar
tidak dapat menahan air matanya. Mengingat betapa mulianya akhlak Rasulullah saw
sekalipun kepada orang yang tiap hari menghinanya dan mencacinya. Sejenak
kemudian Abu Bakar berkata: ”Ketahuilah, bahwa orang yang biasa memberimu
makan sudah meninggal beberpa hari yang lalu dan aku adalah sahabatnya. Ia
adalah Muhammad, laki-laki yang tiap hari selalu bersabar meski kau hina dan
kau caci sedangkan ia tidak pernah berhenti menyuapkan makanan kemulutmu”.
Seketika itu juga kaget pengemis Yahudi buta tersebut, ia menangis mendengar
penuturan dari Abu Bakar dan menyatakan penyesalannya. Pengemis Yahudi buta
itupun akhirnya bersyahadat di hadapan Abu Bakar saat itu juga dan menyatakan
ke-Islamannya.
Dari hikayah
atau cerita pendek tadi, kita bisa mengambil hikmah betapa muliannya akhlak
Rasulullah saw. Terlebih lagi dia melakukannya kepada selain muslim. Pada
akhirnya atas izin Alloh SWT berkehendak memberikan hidayah kedapa nenek tersebut.
Dari itu, kembali lagi kepada kita sebagai generasi muslim, bagaimana kiat-kiat
kita mengoptimalkan dakwah kita, dan sudahkah kita berdakwah sebagimana
dakwahnya Rasulullah saw dengan akhlaknya yang lembut nan mulia ? Semoga kelak
nanti akan lahir generasi-generasi yang menjunjung tinggi akan arti pluralitas
dan sangat mencintai akan perdamaian. Juga bisa tersemaraknya syiar-syiar Islam
secara meluas kepada saudara-saudara kita sesama muslim dan terlebih lagi
kepada saudara kita yang non muslim, dengan bercerminkan akhlak Rasul kita
Muhammad saw yang sungguh sangat mulia. Karena diutusnya Rasulullah saw dan
Islam yang di sampaikannya adalah rahmatan lil ‘alamin, sebagai pembawa
rahmat bagi seluruh alam ini. Amin ya rabbal ‘alamin.
Ada sebuah
pesan terakhir yang mungkin cukup mengena bagi kita, yaitu Jadikanlah dakwah
itu sebagai VISI dalam hidup bukan PROFESI. Karena kita semua adalah da’i atau
pendakwah dan wajib bagi kita untuk selalu berdakwah menyerukan nilai-nilai
ke-Islaman dalam kehidupan sehari-hari kita. Bukankah kita diperintahkan oleh
Alloh SWT untuk ber-amar ma’ruf nahi mungkar bukan? Semoga ada
manfaatnya bagi kita semua. Wallahu a’alamu bis shawaab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar