Pada
suatu hari, di tengah terik matahari, seorang pemuda berjalan di sepanjang
sungai. Tak ada makanan yang disentuhnya hari itu. Ia sangat lapar. Badannya
lemas, jalannya terseok-seok. Saking laparnya, matanya berkunang-kunang. Segera
ia minum air di sungai. Kesegaran terasa. Tiba-tiba, bersama aliran air itu,
muncullah buah apel merah mengambang. Buah itu terlihat nikmat. Tanpa
sadar segera ditangkapnya, dibersihkannya, lalu disantapnya dengan cepat. Benar-benar manis. “Apel yang nikmat,” katanya dalam hati.
sadar segera ditangkapnya, dibersihkannya, lalu disantapnya dengan cepat. Benar-benar manis. “Apel yang nikmat,” katanya dalam hati.
Ketika
laparnya hilang, sang pemuda baru sadar dengan apa yang dimakannya. “Apel
ini bukan milikku, kenapa aku memakannya ? Padahal aku tidak tahu siapa
pemiliknya,” hatinya membatin. Semakin direnungi, semakin ia merasa
bersalah. Hatinya gundah tak tenang. Akhirnya ia memutuskan untuk mencari si empunya
apel dan akan memohon ridhonya atas apale yang dimakannya.
Sang
pemuda pun berjalan menelusuri sungai ke arag hulu, asal buah apel mengalir.
Akhirnya, ia menemui pohon apel berbuah lebat yang menjulur ke sungai. “Pasti
dari pohon inilah apel yang kumakan tadi,” katanya dalam hati. Ia mencari
pemilik pohon apel itu, ketika bertemu, sang pemuda menceritakan apa yang
dialaminya. Ia bersedia melakukan apa saja, agar sang bapak meridhoi apel yang
telah dimakannya. Mendengar cerita si pemuda, bapak pemilik pohon apel sangat
kagum, jarang ia temui anak muda seperti ini. Gagah, sopan, jujur, dan sangat
saleh. Alangkah berbahagianya jika ia dapat menjodohkan sang pemuda dengan
anaknya yang sudah mengunjak dewasa. Maka sang bapak pun mengatur siasat.
“Wahai
anak muda,” kata sang bapak. “Niatmu sangat baik, namun aku sudah
bersusah payah merawat pohon apel itu. Tak bisa aku memaafkanmu begitu saja,
kecuali kalau engkau bersedia menikahi putriku.” Lanjut pak tua. Sang
pemuda tersebut tal berubah raut wajahnya dan dia bersedia.
“Apakah
benar engkau bersedia anak muda ?” kata bapak tua itu meragukan. “Apakah
benar engkau bersedia anak muda ?” kata bapak tua itu meragukan. “Engkau
tahu wahai anak muda, anakku itu bisu, tuli, buta, dan kakinya lumpuh. Wajahnya
pun biasa-biasa saja, tidak cantik. Bagaimana ?” lanjutnya.
Si
pemuda tetap pada kesediannya. Tidak berubah. Ia siap melakukan apa pun untuk
menebus kesalahannya. Bapak tua semakin kagum. Akhirnya, mereka sepakat untuk
melangsungkan pernikahan itu dan bapak tua itu memanggil anak gadisnya. Di luar
dugaan si pemuda, anak gadis si bapak tua ternyata sehat-sehat saja. Tidak
buta, tuli, bisu, apalagi lumpuh. Bahkan, matanya sangat indah, putih, dan wajahnya
sangat cantik. Tak tahan dengan keanehan ini, maka si pemuda pun berkata, “Wahai
bapak, Anda bila puti Anda bisu, tuli, buta dan kakinya lumpuh. Tapi, putir
Anda sehat-sehat saja. Bahkan, menurutku putri Anda sangat cantik rupawan.”
Sang
bapak tersenyum. “Begini anak muda,” kayanya pelan. “Anakku kukatakan bisu
dan tuli karena ia tidak pernah mengatakan dan mendengar hal-hal yang dilarang
agama. Kukatakan ia buta dan lumpuh karena ia tidak pernah mekihat sesuatu dan
pergi ke tempat yang dilarang agama. Itu maksudku,” kata pak tua sambil
tersenyum.
Dengan
gembira pemuda itu menikahi putri si bapak tua. Ia tidak hanya lepas dari dosa
memakan apel haram, tetapi juga mendapatkan jodoh seorang gadis saleh yang
cantik rupawan. Dari pasangan itulah lahir seorang pemuka Islam, yakni Syekhul
Islam Imam Syafi’i.
Imam
Syafi’i merupakan salah satu empat imam Fiqih yang luar biasa. Beliau orang
Islam pertama yang ahli mengenai teologi Islam dan menguraikan dasar-dasarnya.
Umur 7 tahun, ia telah hafal al-Qur’an. Umur 10 tahun hafal al Muwattha. Tidak
heran jika dari keempat Imam besar Fiqih, Imam Syafi’i merupakan imam yang
paling cerdas dan genius. Selain itu beliau juga dikenal sangat teliti dan
hati-hati dalam mengambil sebuah hukum. Pemikiran Imam Syafi’i banyak digunakaan
atau diamalkan oleh kaum muslimin di Indonesia.
Kebaikan Selalu Menuai Keberkahan
Taman, M.Ag. Pendidikan Tarikh 12 Untuk SMA/SMK/MA Muhammadiyah,
Yogyakarta: Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Wilayah Muhammadiyah
Daerah Istimewa Yogyakarta, 2010.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar