Kamis, September 24, 2015

Apel Haram

Pada suatu hari, di tengah terik matahari, seorang pemuda berjalan di sepanjang sungai. Tak ada makanan yang disentuhnya hari itu. Ia sangat lapar. Badannya lemas, jalannya terseok-seok. Saking laparnya, matanya berkunang-kunang. Segera ia minum air di sungai. Kesegaran terasa. Tiba-tiba, bersama aliran air itu, muncullah buah apel merah mengambang. Buah itu terlihat nikmat. Tanpa
sadar segera ditangkapnya, dibersihkannya, lalu disantapnya dengan cepat. Benar-benar manis. “Apel yang nikmat,” katanya dalam hati.
Ketika laparnya hilang, sang pemuda baru sadar dengan apa yang dimakannya. “Apel ini bukan milikku, kenapa aku memakannya ? Padahal aku tidak tahu siapa pemiliknya,” hatinya membatin. Semakin direnungi, semakin ia merasa bersalah. Hatinya gundah tak tenang. Akhirnya ia memutuskan untuk mencari si empunya apel dan akan memohon ridhonya atas apale yang dimakannya.
Sang pemuda pun berjalan menelusuri sungai ke arag hulu, asal buah apel mengalir. Akhirnya, ia menemui pohon apel berbuah lebat yang menjulur ke sungai. “Pasti dari pohon inilah apel yang kumakan tadi,” katanya dalam hati. Ia mencari pemilik pohon apel itu, ketika bertemu, sang pemuda menceritakan apa yang dialaminya. Ia bersedia melakukan apa saja, agar sang bapak meridhoi apel yang telah dimakannya. Mendengar cerita si pemuda, bapak pemilik pohon apel sangat kagum, jarang ia temui anak muda seperti ini. Gagah, sopan, jujur, dan sangat saleh. Alangkah berbahagianya jika ia dapat menjodohkan sang pemuda dengan anaknya yang sudah mengunjak dewasa. Maka sang bapak pun mengatur siasat.
Wahai anak muda,” kata sang bapak. “Niatmu sangat baik, namun aku sudah bersusah payah merawat pohon apel itu. Tak bisa aku memaafkanmu begitu saja, kecuali kalau engkau bersedia menikahi putriku.” Lanjut pak tua. Sang pemuda tersebut tal berubah raut wajahnya dan dia bersedia.
Apakah benar engkau bersedia anak muda ?” kata bapak tua itu meragukan. “Apakah benar engkau bersedia anak muda ?” kata bapak tua itu meragukan. “Engkau tahu wahai anak muda, anakku itu bisu, tuli, buta, dan kakinya lumpuh. Wajahnya pun biasa-biasa saja, tidak cantik. Bagaimana ?” lanjutnya.
Si pemuda tetap pada kesediannya. Tidak berubah. Ia siap melakukan apa pun untuk menebus kesalahannya. Bapak tua semakin kagum. Akhirnya, mereka sepakat untuk melangsungkan pernikahan itu dan bapak tua itu memanggil anak gadisnya. Di luar dugaan si pemuda, anak gadis si bapak tua ternyata sehat-sehat saja. Tidak buta, tuli, bisu, apalagi lumpuh. Bahkan, matanya sangat indah, putih, dan wajahnya sangat cantik. Tak tahan dengan keanehan ini, maka si pemuda pun berkata, “Wahai bapak, Anda bila puti Anda bisu, tuli, buta dan kakinya lumpuh. Tapi, putir Anda sehat-sehat saja. Bahkan, menurutku putri Anda sangat cantik rupawan.
Sang bapak tersenyum. “Begini anak muda,” kayanya pelan. “Anakku kukatakan bisu dan tuli karena ia tidak pernah mengatakan dan mendengar hal-hal yang dilarang agama. Kukatakan ia buta dan lumpuh karena ia tidak pernah mekihat sesuatu dan pergi ke tempat yang dilarang agama. Itu maksudku,” kata pak tua sambil tersenyum.
Dengan gembira pemuda itu menikahi putri si bapak tua. Ia tidak hanya lepas dari dosa memakan apel haram, tetapi juga mendapatkan jodoh seorang gadis saleh yang cantik rupawan. Dari pasangan itulah lahir seorang pemuka Islam, yakni Syekhul Islam Imam Syafi’i.
Imam Syafi’i merupakan salah satu empat imam Fiqih yang luar biasa. Beliau orang Islam pertama yang ahli mengenai teologi Islam dan menguraikan dasar-dasarnya. Umur 7 tahun, ia telah hafal al-Qur’an. Umur 10 tahun hafal al Muwattha. Tidak heran jika dari keempat Imam besar Fiqih, Imam Syafi’i merupakan imam yang paling cerdas dan genius. Selain itu beliau juga dikenal sangat teliti dan hati-hati dalam mengambil sebuah hukum. Pemikiran Imam Syafi’i banyak digunakaan atau diamalkan oleh kaum muslimin di Indonesia.

Kebaikan Selalu Menuai Keberkahan

Taman, M.Ag. Pendidikan Tarikh 12 Untuk SMA/SMK/MA Muhammadiyah, Yogyakarta: Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Daerah Istimewa Yogyakarta, 2010. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar