“Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman
di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (Q.S. Al-Mujadilah: 11)
Menuntut
ilmu adalah ibadah yang sangat agung lagi mulia. Sebuah keniscayaan bagi
manusia --terkhusus umat muslim-- untuk menuntut ilmu. Sejatinya manusia
dilahirkan dan datang ke dunia ini dalam keadaan polos serta buta ilmu
pengetahuan. Dari itu, Rasulullah saw sangat mewajibkan umatnya untuk menuntut
ilmu. Namun apabila kita menyadari akan betapa pentingnya menuntut ilmu, tentu
kita menyikapinya lebih dari sekedar kewajiban semata, yaitu lebih tepatnya adalah sebuah kebutuhan. Layaknya kebutuhan akan makanan disaat lapar setiap harinya, begitulah
perumpamaan yang cukup tepat apabila ada kesadaran betapa pentingnya akan sebuah ilmu.
Kebanyakan orang terkesan mengartikan “kewajiban” adalah hal yang sangat memberatkan. Terkesan yang penting tertunaikan, yang apabila tidak dikerjakan mendapat dosa.
Itulah beberapa gambaran orang akan arti kewajiban yang sangat berbeda dengan
kebutuhan.
Pembahasan akan keistemawaan ilmu dan orang
yang berilmu sudah banyak ditemukan dalam Al-Qur’an dan Hadits Rasulullah saw.
Namun ketahuilah wahai para pejuang yang begitu bersemangat memperoleh ilmu, senantiasa
bersungguh-sungguh, dan selalu haus akan ilmu. Apabila tujuan dalam
menuntut ilmu adalah untuk hal duniawi, atau sebagai bahan pembanggaan diri semata, hanya ingin
dilihat diantara teman-teman sejawat, menjual ilmu demi kekayaan duniwai dan
lain sebagainya. Ketahuilah, bahwa sejatinya engkau berada pada posisi yang
sangat merugi. Dari sisi ini diharuskan untuk memperbaiki niat awal dalam
menuntut ilmu.
Sebaliknya, jika tujuan yang dicanangkan di
hadapan Allah SWT dalam menuntut ilmu adalah untuk mencari petunjuk-Nya, maka
berbahagialah. Sebab, para malaikat akan membentangkan sayap-sayap mereka, dan
ikan-ikan di laut pun akan memohonkan ampunan dalam setiap langkah
perjalananmu.
Petunjuk Allah SWT adalah buah dari proses ilmu. Petunjuk Allah itu
memiliki sumber dan buah (hasil). Mustahil kita dapat mencapai buah (hasil)
tanpa melewati proses awal. Ilmu adalah cahaya Allah dan sejatinya adalah milik
Allah SWT. Sudah tentu hakikat Ilmu adalah yang mendekatkan kepada sang
pemilknya, yaitu Allah SWT. Pernahkah kita mengetahui sepotong nasihat guru
Imam Syafi’i rahimahullah ta’ala yaitu Imam Waki’,
العلم نور و نور الله لا يهدى لعاصي
“Ilmu adalah cahaya dan cahaya Allah (hidayah)
tidak diberikan kepada ahli maksiat”
Lalu
timbul pertanyaan, apakah banyak sekali orang yang pintar, cerdas, sangat
berilmu, pintar dalam beretorika, ahli berdalil agama, tapi berbanding terbalik
dengan kepribadiannya dan perilakunya yang sangat tidak mencerminkan kedalaman
ilmunya. Bahkan yang lebih parah lagi dia mengetahui akan suatu hal yang salah
menurut agama, dia mengetahui ilmunya, akan tetapi berdalih sekuat tenaga
dengan kelihaiannya dalam beretorika, lalu mencari pembenaran menurut dirinya
bukan kebenaran. Itulah problematika umat saat ini. Sungguh bangsa ini dan lebih
terkhusus umat ini sedang mengalami dekadansi moral. Lebih mendewakan akal daripada hati nurani. Sedikit mengesampingkan atau mengakali wahyu Al-Qur’an dan Sunnah Nabi dalam hal penafsiran. Perlu ditekankan bahwa umat saat ini tidak akan
kehabisan orang yang pintar dan cerdas, namun krisis orang yang bermoral baik dan
berakhlak mulia.
Adapun hakikat ilmu yang dimaksudkan oleh Imam Waki’ adalah hakikat Ilmu
yang sebenarnya. Ilmu yang apabila kita mempelajarinya mendekatkan hati kita
kepada-Nya. Mencerahkan hati kita bahwa Allah lah Sang Maha Pemilik Ilmu.
Menundukkan hati kita untuk selalu bersyukur dan bertambah ketaatan kepada-Nya.
Sungguh tidak pantas kita mengunggulkan akal kita, karena jelas Allah SWT memberikan ilmu kepada hamba-Nya hanyalah sangat sedikit, ya sangat sedikit
dari luasnya samudera ilmu milik Allah SWT.
وَ مَا أُوْتِيْتُمْ مِنَ الْعِلْمِ إِلَّا قَلِيْلًا
“Dan apa yang Aku berikan kepadamu dari
Ilmu hanyalah sedikit”
Tidak heran banyak orang yang kelihatan berilmu akan tetapi mudah sekali
tergelincir. Dia ahli dengan beberapa teori, lihai dalam dalih retorikanya,
akan tetapi tetap saja maksiat ada padanya. Ilmunya hanya semata memintarkan akalnya saja, tidak sampai pada relung hati nuraninya. Sehingga cahaya-Nya tidak
sampai mengetuk hatinya yang akan mencerahkan semuanya, termasuk akal pikirannya. Apabila menyadari dan merenungi
akan semua ilmu yang didapati, betapa tidak pantaslah apabila seorang hamba tetap asyik
bermaksiat sehari-harinya. Seakan tidak takut pada azab-Nya. Sadarilah bahwa anugerah
kecerdasan yang dimiliki adalah anugerah Allah SWT. Itu amanah dari Allah SWT. Dari ini, perlulah perbaikan niat kita dalam
menuntut ilmu.
Jika hati sudah condong kepada-Nya, setuju sdan menerima dengan keikhlasan,
maka tinggal dillihat akhirnya atas izin Allah SWT kita akan masuk ke dalam samudera
ilmu yang sangat luas dan dalam. Sungguh sangat merugi apabila dalam menuntut ilmu, hati
kita sudah tidak ikhlas, mudah menyerah, selalu menolak, bimbang dalam
mengamalkan segala bentuk konsekuensinya, atau istilahnya hanya mencari yang
enaknya saja, atau lebih parahnya lagi niat mempelajari suatu ilmu hanyalah untuk niatan yang
tidak baik seperti memanfaatkan kepintaran kita untuk membodohi orang yang
tidak seberapa tahu dari kita. Na’udzubillah
Apabila yang mendorong dalam menuntut ilmu adalah beberapa hal yang
dipaparkan sebelumnya, ketahuilah bahwa yang mendorong menuntut ilmu tersebut adalah
nafsu yang mengajak kejahatan, atau yang lazim disebut dengan nafsu
al-ammarah (nafsu yang keji). Menjerat kita dengan jerat-jerat tipu dayanya. Senantiasa menjerumuskan kita pada jurang kebinasaan. Setan bermaksud menawarkan
kejahatan yang dikemas dalam tampilan kebaikan, supaya ia berhasil membuat kita
bergabung dengan orang-orang yang merugi. Kita beraganggapan bahwa kita tidak
berbuat salah. Pada saat itulah setan akan terus menghiasi ilmu kita dengan
hal-hal yang tidak bermanfaat dan selalu merugikan orang lain, tanpa kita sadar
kita telah masuk dalam permainannaya. Na’udzubillah. Rasulullah saw
bersabda, sebagai berikut,
مَنِ ازْدَادَ عِلْمًا وَ لَمْ يَزْدَدْ هُدًى لَمْ يَزْدَدْ مِنَ اللهِ
إِلَّا بُعْدًا
“Barang siapa yang ilmunya bertambah, namun petunjuk bagi dirinya tidak
bertambah, niscaya ia hanya akan semakin jauh saja dari Allah” (HR. Dailami dari Ali)
Rasulullah saw, juga bersabda,
أَشَدُّ النَّاسَ عَذَابًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَالِمٌ لَمْ يَنْفَعُهُ اللهُ
بِعِلْمِهِ
“Manusia yang paling keras siksanya pada hari kiamat kelak ialah orang
berilmu yang ilmunya tidak diberikan manfaat oleh Allah” (HR. Al-Baihaqi)
Hingga beliau selalu berdoa,
اَللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُبِكَ مِنْ عِلْمٍ لَمْ يَنْفَعْ
وَ قَلْبٍ لَا يَغْشَعْ وَ عَمَلٍ لَا يُرْفَعْ وَ دُعَاءٍ لَا يُسْمَعْ
“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon perlindungan kepada-Mu dari ilmu yang
tidak bermanfaat, hati yang tidak khusyu, amal yang tidak diterima, dan doa
yang tidak didengar.”
Beliau juga pernah bersabda,
“Pada malam Isra aku
mendapati beberapa kaum yang menggunting lidah mereka sendiri dengan
menggunakan gunting-gunting dari neraka. Aku bertanya, ‘Siapa kalian?’ Mereka
menjawab, ‘kami dahulu suka menyuruh kebajikan, namun kami sendiri tidak
melakukannya. Dan kami suka melarang kejahatan, namun kami sendiri malah
melakukannya.“
Sungguh hanya
Allah ta’ala lah tempat kita berlindung dari segala tipu daya setan. Waspadalah,
jangan sampai kita mudah tunduk kepada tipu muslihatnya. Cukuplah Nabi Adam
as dan Siti Hawa pelajaran bagi kita bahwa tipu muslihat setan sudah ada dari
dahulu kala. Apalagi kita manusia biasa, hamba-Nya yang sangat lemah mudah goyah
keimanannya. Pesan bagi kita semua, “Sungguh celaka orang bodoh yang tidak mau
belajar, walau hanya sekali, dan sungguh celaka bagi orang berilmu yang tidak
mau mengamalkan ilmunya.”
Wallahul musta’an wallahu a’lamu bish showab.
Sumber Referensi :
Imam Al-Ghazali, 2012, Bidayatul Hidayah:
Jalan Meraih Hidayah Allah, Jakarta: Khatulistiwa Press.
Imam Al-Ghazali, 2015, Ringkasan
Ihya’ Ulumuddin, cet. 20, Jakarta: SAHARA Publisher.
syukron akhi ilmunya, materinya bagus, alhamdulillah membantu.. hehe
BalasHapusSubhanallah, materinya bagus sekali. Saya izin save dalilnya yaa
BalasHapusbaguuuuuuuuuuuuus
BalasHapusMasyaallah abng:)
BalasHapus